KEUNIKAN KONSEP HULU TEBEN KARANG UMAH DESA BAYUNG GEDE, KINTAMANI
DIALOG SISTEM SPASIAL DESA-DESA BALI AGA
Abstrak
Sistem spasial dan arsitektur tradisional Bali merupakan salah satu warisan budaya yang patut dilestarikan. Salah satu konsep spasial dan arsitektur tradisional Bali adalah hulu-teben. Konsep ini membagi suatu wilayah, baik secara makro maupun mikro menjadi zona hulu yang bersifat sakral dan teben yang bersifat profan. Desa-desa Bali Aga pada umumnya menggunakan konsep hulu-teben baik secara makro pada tingkat desa atau secara mikro pada tingkat unit perumahan/karang umah, namun konsep ini tidaklah diterapkan secara seragam. Salah satu desa Bali Aga yang memiliki konsep hulu-teben yang unik adalah Desa Bayung Gede, terutama pada skala mikro, yakni pekarangan rumah atau karang umah. Artikel ini mencoba menguraikan keunikan konsep hulu-teben Desa Bayung Gede melalui dialog sistem spasial, terutama konsep hulu-teben beberapa desa Bali Aga dengan Desa Bayung Gede. Metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode kualitatif melalui pengamatan langsing dan studi literatur terhadap penelitian-penelitian sejenis. Temuan yang diperoleh adalah bahwa hulu-teben pada skala mikro atau karang umah desa-desa Bali Aga pada umumnya mengikuti hulu-teben pada skala makro/desa, namun Desa Bayung Gede memiliki keunikan tersendiri, yaitu hulu-teben karang umah mengikuti konsep sanggah mehulu ke tegehe dan yeh membah ke teben. Akibatnya, zona hulu menjauhi Rurung Gede atau jalan utama desa sebagai sumbu yang menghubungkan hulu-teben desa.
Referensi
Djaja Bharuna S, A. A. (2017). Perkembangan Spasial di Desa Pengotan - Bangli. RUANG: Jurnal Lingkungan Binaan (SPACE: Journal of the Built Environment), 4(1), 37-48. Dipetik 04 Agustus 2019, dari https://ojs.unud.ac.id/index.php/ruang/article/view/39651
Erawati, Y. (2018). Pola Tata Ruang Bangunan, Rumah-Rumah dan Fungsi di Desa Adat Pengotan Kabupaten Bangli. Jurnal Penelitian Arkeologi Papua dan Papua Barat, 9 (1), 85-107. Dipetik 04 Agustus 2019, dari https://jurnalarkeologipapua.kemdikbud.go.id/index.php/jpap/article/view/209
Gelebet, I., Meganada, I., Negara, I. Y., & Suwirya, I. (1986). Arsitektur Tradisional Daerah Bali. (I. A. Puja, Penyunt.) Denpasar: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Korn, V. E. (1932). Hukum Adat Bali, terjemahan Het Adatrecht van Bali. Den Haag: G. Naeff.
Meganada, I. W. (1990). Morfologi Grid Pattern pada Desa di Bali. Bandung: Program Pasca Sarjana S-2 Arsitektur, Institut Teknologi Bandung.
Pangasih, F., & Asvitasari, A. (2016). Pergeseran Konsep Morfologi pada Desa Bali Aga, Studi Kasus: Desa Bayung Gede dan Desa Panglipuran. Jurnal Arsitektur Komposisi, 11(3), 111-125. Dipetik 04 Agustus 2019, dari https://ojs.uajy.ac.id/index.php/komposisi/article/view/1184
Runa, I. W. (2018). Arsitektur Publik Bali Kuno dan Sistem Spasial Desa Pegunungan (Cetakan Pertama ed.). Denpasar: Udayana University Press.
Tri Adiputra, IGN. (1999). Tesis, Rumah TInggal Tradisional dan Lingkungannya di Desa Adat Pengotan, Bangli (Kajian Hubungan Sistim Sosial-Budaya dengan Arsitektur). Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Tri Adiputra, IGN. (2017). Dwitya A Tunggil Sebagai Basis Permukiman Tradisional Bali Aga di Desa Adat bayung Gede Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli Provinsi Bali. Yogyakarta: Program Studi S3 Program Studi Arsitektur dan Perencanaan Fakultas Teknik Unversitas Gadjah Mada.
Warnata, I. W. (2008). Perubahan Spasial dan Arsitektural Rumah Tinggal Tradisional. Denpasar: Universitas Warmadewa.
Wira Kasuma, P., & Suprijanto, I. (2012). Karakteristik Ruang Tradisional pada Desa Adat Penglipuran, Bali. Jurnal Permukiman, 7(1). Dipetik 04 Agustus 2019, dari http://jurnalpermukiman.pu.go.id/index.php/JP/article/view/103