SINERGITAS PECALANG DAN POLISI DALAM SISTEM KEAMANAN REGIONAL
Abstrak
Terpeliharanya stabilitas keamanan dan ketertiban di desa adat merupakan tujuan utama untuk tetap mengajegkan Bali sebagai penguatan identitas budaya. Menciptakan keamanan dan ketertiban di desa adat tidak hanya tugas dari polisi dan pemerintah tetapi peran masyarakat desa adat sangat diharapkan. Oleh karena itu desa adat harus ditunjang oleh lembaga-lembaga dan organisasi tradisional lainnya seperti banjar adat, tempek, dan sekaa-sekaa, serta organisasi tradisional yang masih hidup dan berkembang di masyarakat lainnya seperti pecalang. Pecalang adalah satuan tugas (satgas) keamanan tradisional Bali yang mempunyai wewenang untuk menjaga keamanan dan ketertiban wilayah di wewidangan Desa adat, baik ditingkat Banjar adat dan di wilayah desa adat. Pengamanan yang dilakukan oleh pecalang merupakan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa, yaitu bentuk pengamanan yang diadakan atas kemauan, kesadaran dan kepentingan masyarakat sendiri. Terbitnya Perda No. 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat tidak menyebutkan secara jelas dan masih ambigu tugas-tugas pecalang, sehingga dapat berpeluang tugas-tugas tersebut keluar dari sejarah terbentuknya pecalang. Untuk mendukung tugas-tugas pecalang, maka pecalang perlu melakukan koordinasi dengan Kepolisian Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 47 ayat (3) Perda No. 4 Tahun 2019, sehingga pecalang dan kepolisian negara berada dalam kedudukan yang koordinatif. Tujuan dari penelitian ini adalah memperjelas batas-batas tugas dan wewenang pecalang sebagai alat pengamanan tradisional di Bali yang profesional serta menghilangkan arogansi tugas-tugas pengamanan antara pecalang (sesana) dengan aparat kepolisian sehingga terjadi hubungan harmonis demi terciptanya keamanan dan ketertiban di desa adat sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penelitian ini adalah jenis penelitian normatif yakni memberikan kejelasan tentang sinergitas tugas-tugas pecalang sehingga sesuai dengan sesana alat pengamanan tradisional di Bali yang disebut pecalang dengan kepolisian negara sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Referensi
Ardika, I Wayan, 2007, Pusaka Budaya & Pariwisata, Pustaka Larasan, Denpasar
Bambang Waluyo, 1996, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta.
Budi Setiawan, 2002, “Mengoptimalkan Sinergi Antara Aparat Keamanan dan Kekuatan Lokal Tradisional Dalam Menghadapi Permasalahan Yang Semakin Kompleks”, (Seminar Aktualisasi Fungsi Pecalang Di Era Otonomi Daerah, Denpasar : Pusat Pengkajian Pedesaan dan Kawasan Yayasan Tri Hita Karana Bali, Denpasar
Johnny Ibrahim, 2011, Teori & Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing , Malang
Merta, 2013, Transformasi Pecalang Dan Pergeseran Perpolisian Di Indonesia, Udayana University Press, Denpasar
Parimartha, I Gde, Made Suasthawa Dharmayudha, Ida Bagus Wyasa Putra, I Made Pasek Diantha, Windia, P Wayan,, 2004, Pecalang Perangkat Keamanan Desa Pakraman Di Bali, Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat (LPM) Universitas Udayana
Pasek Diantha, I Made, 2004, Pecalang, Perangkat Keamanan Desa Pakraman Di Bali, LPM Universitas Udayana
Siswanto Sunarso, 2015, Pengantar Ilmu Kepolisian, Pustaka Perdamaian Nusantara, Jakarta
Surpha, I Wayan, 2004, Eksistensi Desa Adat dan Desa Dinas di Bali, Pustaka Bali Post, Denpasar
Widnyani, Nyoman,2003, Ajeg Bali, Pecalang dan Pendidikan Budi Pekerti,SIC
Windia, I Wayan, 2004, “Sesana dan Busana Pecalang”, Pecalang Perangkat Keamanan Desa Pakraman di Bali, Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat (LPM), Universitas Udayana
Dokumen hukum lainnya :
Ajeg Bali Sebuah Cita-Cita, 55 Tahun Bali Post
Bali Menuju Jagaditha Aneka Perspektif, Pustaka Bali Post, 2004
Buku Inventaris Obyek Wisata 2009