UPAYA PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG DALAM MENANGANI GELANDANGAN DAN PENGEMIS

  • Ni Putu Yunika Sulistyawati Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Dwijendra
Kata Kunci: Penertiban Gelandangan dan Pengemis

Abstrak

Arus urbanisasi ke Kabupaten Badung dan kota-kota lainnya seperti yang semakin besar seiring dengan pertumbuhan ekonomi regional. Disisi lain kesempatan kerja yang tersedia dan peluang berusaha di kota ternyata tidak mampu menampung pelaku-pelaku urbanisasi karena keterbatasan ketrampilan yang dimiliki di daerah asal sehingga menimbulkan salah satu masalah yaitu terjadinya gelandangan dan pengemis. terdapat beberapa factor penyebab terjadinya Gelandangan dan Pengemis adalah factor internal dan eksternal. Faktor-faktor penyebab ini dapat terjadi secara parsial dan juga secara bersama-sama atau saling mempengaruhi antara satu factor dengan factor yang lainnya. Faktor internal meliputi: (i) kemiskinan, (ii) umur, (iii) rendahnya tingkat pendidikan formal, (iv) izin orang tua, (v) rendahnya tingkat ketrampilan, (vi) sikap mental, Sedangkan factor eksternal mencakup; (i) kondisi hidrologis, (ii) kondisi pertanian, (iii) kondisi prasarana dan sarana fisik, (iv) akses terhadap informasi dan modal usaha, (v) kondisi primisif masyarakat kota, (vi) kelemahan penanganan Gelandangan dan Pengemis di kota. Permasalahan disini bagaimakah Upaya Pemerintah Kabupaten Badung Dalam Menangani Gelandangan dan Pengemis Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui masalah berkaitan dengan Upaya Pemerintah Kabupaten Badung Dalam Menangani Gelandangan dan Pengemis Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian ilmu hukum dengan aspek emperis berkaitan dengan Upaya Pemerintah Kabupaten Badung Dalam Menangani Gelandangan dan Pengemis Pemecahan masalahnya harus mencakup dua aspek yaitu; (i) kondisi di daerah asal, (ii) kondisi daerah tujuan. Prinsipnya adalah upaya pencegahan dilakukan didaerah asal sehingga mereka tidak terdorong untuk meninggalkan desanya dan mencari penghasilan di kota dengan cara membuka pekerjaan di desa. Sedangkan disisi lain penanggulangan yaitu di tempat tujuan “harus” ditanggulangi atau di tangani sehingga mereka tidak lagi tertarik untuk menjadi gelandangan dan pengemis di kabupaten badung, karena tidak akan memperoleh penghasilan lagi.

Referensi

Bonger, W.A. 1977, Pengantar Tentang Kriminologi, PT. Pembangunan Ghalia Indonesia, Jakarta Indonesia,

Direktorat Rehabilitasi Sosial (Dirjen Bina Rehabilitasi Sosial RI di Jakarta), 1987, Petunjuk Teknik Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis.

Kantor Departemen Sosial Propinsi Bali, Data tentang Tingkat Perkembangan atau Pertambahan Galandangan dan Pengemis.

Mulyana W. Kusumah, 1984, Kriminologi dan Masalah Kejahatan (Suatu Pengantar Ringkas), Armico, Bandung.

Noach, Simanjuntak, B. dan Pasaribu, I L., 1984, Kriminologi, Tarsito Bandung,

Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 1980, Tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis, Biro Humas Depsos, RI.

Poerwadarminta, W.J.S. 1985, Kapita Selecta Kriminologi, Alumni, Bandung

Ramdlon Naning, 1983, problema Gelandangan dalam Tinjauan Tokoh Pendidikan dan Psikologi, Armico, Bandung,

Sahetapy, J.E. Aspek-aspek Pathologi Sosial, Alumni, Bandung, 1981.

Simanjuntak, 1981, Aspek-aspek Sosial, Alumni, Bandung.

Soedjono, D., 1973, Phatologi Sosial, Alumni, Bandung.

Soerjono Soekanto, Kriminologi Suatu Pengantar, Ghalia Indonesia, Jakarta Indonesia, Cetakan Pertama, 1981.

Zen, MT. 1985, Menuju Kelestarian Lingkungan Hidup, Gramedia, Jakarta

Diterbitkan
2019-12-20